Merangkul Milenial Dalam Koperasi Zaman Now

Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional terus ditantang untuk bergerak dinamis seiring perkembangan zaman. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh gerakan koperasi saat ini adalah bagaimana merangkul generasi milenial?

Generasi milenial atau biasa juga disebut generasi Y adalah mereka yang lahir setelah era baby boomer, dari tahun 1980-an sampai awal 2000-an. Ciri khas generasi ini adalah berpikiran terbuka, cenderung individualis dan melek teknologi, sehingga sekalipun individualis, mereka terhubung satu sama lain melalui media sosial. Para milenial senang berbagi apa saja melalui media sosial: berita, gaya hidup, mood, kuliner, tempat wisata baru dan aneka pengalaman yang menurut mereka layak dibagikan kepada dunia. Selain itu, minat para milenial untuk berkarir sebagai pekerja kantoran lebih rendah dibanding generasi sebelumnya. Mereka lebih senang bekerja sebagai freelancer atau memiliki usaha sendiri.

Jadi langkah awal yang harus ditempuh oleh gerakan koperasi untuk merangkul generasi milenial ini adalah menghapus stigma tentang koperasi. Selama ini banyak masyarakat khususnya para milenial yang menganggap koperasi sebagai lembaga simpan pinjam yang dikelola secara konvensional, rentan terhadap penyalahgunaan, tidak canggih dan jadul.

Padahal jika dikelola dengan benar, koperasi pun dapat menjadi institusi yang modern dan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sejak gerakan koperasi mulai diinisiasi pada tahun 1800-an di Eropa dan dasar-dasar tata kelola koperasi modern dicetuskan oleh F.W. Raiffeisen (1808-1888), Walikota Flammersfield-Jerman, koperasi berkembang ke seluruh dunia, termasuk ke tanah air. Dalam perjalanan waktu, koperasi bermunculan. Sejumlah koperasi berguguran, namun banyak juga yang terus bertahan dan berkembang. Jadi terbukti, koperasi pun dapat menjadi institusi yang tangguh dengan tata kelola yang benar. Menurut F.W Raiffeisen, jika setiap anggota koperasi sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan nilai cooperative-menolong diri sendiri dan menolong sesama-dalam koperasi, maka tidak sulit untuk memajukan koperasi tersebut baik secara usaha maupun secara organisasi.

Masalah dalam Koperasi Kita

Sayangnya, masih banyak masalah-masalah yang harus diselesaikan dalam perkoperasian kita, baik sebagai sebuah institusi/usaha maupun sebagai sebuah organisasi yang terus bergerak. Misalnya sosialisasi di tengah masyarakat yang masih kurang dan masih menggunakan pendekatan secara tradisional serta promosi belum banyak menggunakan platform yang lebih kekinian. Kemudian masih banyak koperasi yang belum memanfaatkan teknologi informasi, sehingga pencatatan keuangan sampai pelaporan-pelaporan masih dilakukan secara manual.

Selain itu, kepemimpinan dan tata kelola organisasi belum berjalan dengan baik, sehingga koperasi masih dikelola secara tradisional. Peran pengurus, pengawas dan manajemen masih tumpang tindih, sehingga rentan konflik kepentingan dan penyalahgunaan, apalagi jika pengurusnya tidak memiliki integritas yang tinggi dan para anggota koperasi juga kurang memahami fungsi kontrol terhadap jalannya koperasi. Akibatnya, seperti yang sudah pernah terjadi, beberapa koperasi akhirnya terseret pada kasus hukum.

Muara dari semua masalah-masalah ini adalah pelayanan kepada anggota menjadi kurang maksimal, atau jika sudah parah, anggota bisa dirugikan.

Masalah-masalah seperti inilah yang membuat para milenial menjadi tidak tertarik untuk mengenal koperasi atau lebih jauh menjadi anggota koperasi. Untuk mengelola keuangan, mereka akan lebih nyaman menjadi nasabah lembaga keuangan yang sudah memiliki sistem teknologi informasi yang lebih baik seperti perbankan. Apalagi selain pelayanan keuangan internal, lembaga keuangan masa kini pada umumnya sudah terintegrasi dengan e-commerce dan fintech yang lain, sehingga untuk melakukan berbagai transaksi keuangan sudah semudah bermain sosial media.

Menjadi Koperasi Zaman Now

Untuk lebih mengkoperasikan masyarakat dan memasyarakatkan koperasi khususnya kepada para milenial, koperasi mesti berbenah diri. Koperasi harus mulai melakukan rebranding dari lembaga keuangan yang terkesan jadul dan konvensional menjadi lembaga keuangan zaman now.

Berikut empat kiat yang dapat dilakukan oleh para pemimpin dan pengelola serta siapa saja yang terlibat dalam gerakan untuk mengubah image koperasi menjadi lebih kekinian, namun tetap mempertahankan nilai-nilai cooperative yang diusungnya.

  1. Pemanfaatan Teknologi Informasi. Saat ini, aplikasi teknologi informasi dapat kita temukan pada semua bidang kehidupan. Kesehatan, transportasi, hankam, sosial, budaya, keuangan dan lain-lain. Agar tidak semakin tertinggal, koperasi mau tidak mau juga harus bergerak dan mencemplungkan diri dalam pengembangan teknologi informasi ini. Bukan saja sebatas sistem transaksi dan pelaporan, tapi sampai pada integrasi IT dengan produk dan layanan agar dapat diakses oleh anggota secara real time sebagaimana fintech pada umumnya. Misalnya tanpa harus datang ke kantor, anggota dapat menarik tabungan untuk membayar angsuran pinjaman lewat transaksi pada gawai atau anggota dapat menarik tabungan untuk pembayaran tagihan listrik dan membeli pulsa. Memang biaya investasi infrastruktur IT ini tergolong mahal, tapi semua perubahan ke arah yang lebih baik memang memiliki harga, bukan? Lagipula jika dimanfaatkan dengan baik, biaya ini sepadan dengan benefit untuk pengembangan koperasi, baik secara langsung seperti kemudahan transaksi anggota dan tambahan pendapatan (jika bekerja sama dengan biller) maupun secara tidak langsung, seperti meningkatnya loyalitas anggota dan penguatan branding koperasi.
  2. Event Menarik. Para milenial pada umumnya tertarik dengan kegiatan yang menghadirkan pengalaman baru karena mereka jadi memiliki topik yang akan dibagikan lagi kepada dunia. Untuk itu pengelola koperasi dapat mengadakan berbagai event menarik untuk menarik minat para milenial, baik secara daring maupun luring. Untuk kegiatan daring misalnya, kompetisi sosial media atau mengadakan konsultasi dan edukasi via sosial media. Sedangkan untuk kegiatan luring misalnya, jalan santai, eksebisi produk anggota, wisata bersama, yang dananya tidak mesti berasal dari anggaran koperasi. Jika anggaran koperasi terbatas, sumber dana kegiatan seperti ini bisa saja berasal dari swadaya anggota atau partisipan (kontribusi tunai atau lewat pinjaman di koperasi). Kegiatan seperti ini selain bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi di antara anggota, juga dapat menjadi ajang promosi koperasi bagi masyarakat luas.
  3. Pendidikan Terus-menerus. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan bukan saja ditujukan kepada pengurus, pengawas dan pengelola namun juga kepada anggota. Jika pendidikan dan pelatihan kepada pengurus, pengawas dan pengelola berguna untuk mengasah kepemimpinan dan meningkatkan kompetensi pengelolaan koperasi, pendidikan dan pelatihan kepada anggota bertujuan untuk memberdayakan anggota, meningkatkan wawasan dan keterampilan mengelola keuangan serta memupuk loyalitas anggota. Lebih baik lagi jika koperasi dapat menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang sesuai untuk setiap segmen anggotanya. Pendidikan dan pelatihan yang menyasar milenial misalnya pelatihan financial literacy, pelatihan wirausaha praktis, pelatihan pemasaran lewat sosial media dan lain-lain.
  4. Penguatan Organisasi. The last but not the least, pengurus koperasi harus memiliki kebijakan terpadu yang memungkinkan koperasi untuk terus berbenah diri menghadapi tantangan dari masa ke masa, baik sebagai usaha maupun organisasi. Kaderisasi dan peningkatan kompetensi pengurus, pengawas dan pengelola harus dilakukan secara berkelanjutan melalui diklat, workshop dan kegiatan lain yang relevan. Selain meningkatkan wawasan dan keterampilan, kegiatan-kegiatan seperti ini juga berguna untuk penanaman nilai-nilai koperasi, sehingga para penggerak koperasi semakin menghayati tugas dan tanggungjawabnya dalam memberdayakan masyarakat. Monitoring dan evaluasi juga harus dilakukan secara rutin untuk memastikan program kerja berjalan sebagaimana mestinya dan meminimalkan resiko-resiko usaha maupun organisasi. Selain secara internal, penguatan organisasi juga dapat dilakukan secara eksternal dengan membangun jejaring dengan lembaga-lembaga mitra seperti koperasi sekunder, institusi pemerintahan, asuransi, perbankan, lembaga hukum dan lembaga lain yang relevan.

Dengan pembenahan tata kelola dan mengikuti perkembangan zaman dalam mengembangkan koperasi, para milenial akan semakin tertarik untuk mengenal lebih jauh dan bergabung menjadi anggota koperasi. Saat ini proporsi para milenial mencapai sepertiga dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Ini adalah potensi demografi besar yang sayang jika dilewatkan begitu saja oleh gerakan koperasi. (PG)

https://id.wikipedia.org/wiki/Milenial
http://alvara-strategic.com/generasi-millennial-indonesia-tantangan-dan-peluang-pemuda-indonesia/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *